https://kalbar.times.co.id/
Kopi TIMES

Kasus “Pagar Laut” VS “Kedaulatan Negara”

Selasa, 28 Januari 2025 - 07:06
Kasus “Pagar Laut” VS “Kedaulatan Negara” Mohamad Sinal, Penulis dosen Polinema (Politeknik Negeri Malang) pemerhati bahasa hukum, & pendiri  Pena Hukum Nusantara  (PHN)

TIMES KALBAR, MALANG – Kasus pagar laut di pesisir Kabupaten Tangerang tidak hanya mencerminkan pelanggaran hukum domestik. Di dalamnya juga menunjukkan tantangan bagi kedaulatan negara. Pagar laut menjadi simbol privatisasi yang bertentangan dengan kepentingan nasional dan prinsip keadilan sosial. Analisis dan argumentasinya sebagai berikut. 

Kasus "pagar laut" di pesisir Kabupaten Tangerang, selain menjadi isu hukum dan lingkungan, juga berpotensi menyentuh aspek fundamental kedaulatan negara. Dengan kata lain, “terdapat potensi gangguan kedaulatan negara di Tangerang”. Kedaulatan, dalam konteks ini, mencakup kontrol atas wilayah laut yang merupakan bagian dari yurisdiksi nasional serta perlindungan terhadap hak masyarakat atas sumber daya alam yang dikuasai oleh negara.

1. *Wilayah Laut dan Hak Negara*

Wilayah laut merupakan bagian integral dari kedaulatan negara sebagaimana diatur dalam hukum internasional, khususnya _United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS)_ Dalam konstitusi kita, yaitu Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dinyatakan bahwa *bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat*.

Pembangunan pagar laut yang membatasi akses masyarakat lokal terhadap laut, tanpa izin yang sah, dapat dianggap sebagai ancaman terhadap kedaulatan negara atas ruang lautnya. Hal tersebut, secara hukum berpotensi dan/atau dapat menimbulkan pelanggaran serius, di antaranya:
- Pemanfaatan Ruang Laut Secara Ilegal: tanpa izin pemanfaatan ruang laut (IPRL), pembangunan tersebut tidak hanya melanggar hukum domestik tetapi juga mengabaikan kontrol negara atas wilayah pesisir.
- Privatisasi Ruang Publik: pembangunan pagar laut memindahkan penguasaan ruang laut dari domain publik ke kepentingan privat, bertentangan dengan prinsip negara sebagai pemegang kedaulatan atas sumber daya tersebut.

2. *Potensi Ancaman terhadap Stabilitas Sosial*

Kedaulatan negara tidak hanya berkaitan dengan penguasaan teritorial. Kedaulatan negara juga mencakup tanggung jawab negara dalam melindungi hak-hak warga negara. Pagar laut yang “memblokir” akses masyarakat nelayan ke laut menimbulkan ketimpangan sosial dan ekonomi. Hal ini dapat memicu konflik horizontal antara masyarakat lokal dan pemegang hak atas pagar laut. Secara tersurat maupun tersirat, hal ini akan mengurangi legitimasi negara di mata rakyat.

3. *Penyalahgunaan Regulasi oleh Korporasi*

Penerbitan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di area pesisir laut menunjukkan potensi penyalahgunaan kekuasaan administratif. Hal ini , dalam perspektif hukum adminstrasi negara (HAN) menimbulkan pertanyaan besar tentang: apakah negara telah kehilangan kendali terhadap pengelolaan sumber daya alamnya. *Fakta hukum* yang dapat dijadikan bukti di antaranya:
- Penerbitan Sertifikat Tanah Ilegal: dalam kasus ini, sertifikat diterbitkan atas area yang seharusnya berada dalam penguasaan negara, sehingga melanggar prinsip kedaulatan negara atas tanah dan laut.
- Korupsi dalam Tata Kelola Wilayah Pesisir: dugaan pemalsuan dokumen dan manipulasi administrasi yang memungkinkan pembangunan pagar laut dapat melemahkan otoritas negara dalam mengatur wilayahnya.

4. *Kedaulatan dan Keberlanjutan Ekosistem*

Laut dan wilayah pesisir bukan hanya bagian dari teritorial negara tetapi juga sumber daya yang vital untuk keberlanjutan lingkungan. Pembangunan pagar laut telah mengganggu ekosistem pesisir, termasuk mangrove dan terumbu karang. Kerusakan ini tidak hanya berpotensi merugikan masyarakat lokal tetapi juga melemahkan posisi Indonesia sebagai negara maritim yang menjunjung tinggi keberlanjutan sumber daya laut.

5. *Tindakan Negara untuk Mempertahankan Kedaulatan*

Kasus pagar laut menunjukkan bagaimana negara berusaha untuk memperkuat kedaulatannya. Hal ini juga menunjukkan bahwa “negara hadir” dalam kasus tersebut.  Di antaranya melalui:
- Pembatalan Sertifikat HGB dan SHM: langkah ini diambil oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk mengembalikan penguasaan wilayah kepada negara.
- Pembongkaran Pagar Laut: tindakan tegas yang dilakukan oleh Panglima TNI dan jajarannya (atas perintah Presiden)  untuk membongkar pagar laut mencerminkan komitmen negara dalam menegakkan kedaulatan atas ruang lautnya. *Tindakan ini patut dan wajib diapresiasi*.
- Penyelidikan Tuntas terhadap Pelanggaran Hukum: penyelidikan terhadap penerbitan sertifikat tanah ilegal dan pihak-pihak yang terlibat menunjukkan bahwa negara berusaha menjaga integritas hukum.

*Implikasi terhadap Kedaulatan Negara*

Sebagai negara yang mengadopsi *UNCLOS*, Indonesia harus menjaga integritas pengelolaan wilayah lautnya agar tetap sesuai dengan komitmen internasional. Jika negara gagal menangani kasus ini dengan baik, masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap kemampuan pemerintah untuk melindungi hak dan sumber daya mereka. Selain itu, kasus ini dapat menjadi “preseden buruk” bagi pelanggaran serupa jika pelaku tidak dikenai sanksi tegas. Kasus ini harus menjadi pembelajaran penting bagi Indonesia untuk mempertahankan kedaulatannya, baik dari segi teritorial maupun kepentingan masyarakatnya. (*)

Oleh: Mohamad Sinal

Penulis dosen Polinema (Politeknik Negeri Malang) pemerhati bahasa hukum, & pendiri  Pena Hukum Nusantara  (PHN)

Pewarta : xxx
Editor : Wahyu Nurdiyanto
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Kalbar just now

Welcome to TIMES Kalbar

TIMES Kalbar is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.